Babel – Pada Sabtu (25/11/2023) siang yang tenang di Bangka Belitung peristiwa penyerangan terhadap kebebasan Pers, seorang wartawan berdedikasi, Ichsan Mokoginta, mengalami penganiayaan yang menggemparkan di depan rumahnya. Serangan brutal yang hampir merugikan nyawanya tersebut menggugah kekhawatiran akan kebebasan pers dan memberikan isyarat serius terkait ancaman terhadap para jurnalis yang menjalankan tugas penyelidikan dan pengungkapan kebenaran.
Ichsan Mokoginta, yang berkontribusi aktif dalam pemberitaan terkait kasus tambang ilegal di laut Penagan, mendapati dirinya menjadi korban serangan tak terduga. Dalam narasinya, Ichsan menyebutkan bahwa penyerang pura-pura mencari alamat seseorang yang bernama Mamat, tetapi dengan cepat beralih ke tindakan keji dengan menyemprotkan cuka parah ke arah wajahnya.
Peristiwa ini membawa dampak fisik yang serius bagi Ichsan, hampir menyebabkan kebutaan matanya akibat siraman cuka yang menyakitkan. Meskipun berhasil menghindarkan sebagian besar serangan, tangan kanannya tidak luput dari dampak cuka yang merusak. Selain luka fisik, insiden ini juga menimbulkan ketegangan psikologis yang dalam bagi wartawan yang berusaha memberikan pencerahan terkait isu-isu penting di masyarakat.
Ketegangan tersebut semakin memuncak ketika Ichsan mengaitkan serangan ini dengan pemberitaannya yang kritis terhadap kasus tambang ilegal di desa Penagan Kabupaten Bangka. Ichsan mencurigai bahwa serangan tersebut merupakan upaya untuk membungkamnya dan mencegahnya melanjutkan pengungkapan kebobrokan dalam praktik tambang ilegal di kawasan tersebut yang disinyalir dibekingi oknum Aparat Penegak Hukum (APH) di Bangka Belitung.
Penting untuk mencermati bahwa kebebasan pers adalah pilar utama demokrasi yang harus dijaga dan dihormati. Serangan terhadap wartawan, seperti yang dialami oleh Ichsan Mokoginta, adalah ancaman serius terhadap kebebasan berbicara dan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan akurat.
Langkah-langkah tanggap dari aparat kepolisian dipertarungkan, seperti kunjungan Kapolsek ke tempat kejadian dan upaya pengumpulan keterangan, merupakan langkah positif yang menunjukkan komitmen dalam menangani kasus ini. Namun, penting juga bagi lembaga pers di Bangka Belitung dan seluruh Indonesia untuk memberikan perhatian serius terhadap kejadian ini dan menekankan pentingnya perlindungan terhadap wartawan yang menjalankan tugasnya.
Yang perlu di waspadai jika persoalan ini tidak menjadi prioritas untuk diselidiki dengan serius bisa menjadi bakal konflik antar suku, apalagi pelaku penyerangan pegiat pres berlogat daerah Palembang yang notabane pelaku tambang ilegal jenis Ti Ponton sebagian besar berasal dari Palembang Sumsel.
Serangan terhadap Ichsan Mokoginta harus dijadikan momentum bagi masyarakat sipil, lembaga pers, dan pihak berwenang untuk bersatu dalam menjaga kebebasan pers dan melindungi para jurnalis yang bertanggung jawab menjalankan tugas mereka demi kepentingan publik. Kejadian ini seharusnya tidak hanya menjadi pemberitaan sesaat, tetapi juga panggilan bagi kita semua untuk bersama-sama menghormati dan memperjuangkan nilai-nilai demokrasi. (Redaksi)