
Megaposnews.com || Tuban – Hari Kesaktian Pancasila jatuh setiap tanggal 1 Oktober setiap tahunnya.
Hari Kesaktikan Pancasila merupakan momen untuk mengenang sejarah di masa lalu dalam mempertahankan ideologi bangsa.
Walaupun demikian, mungkin masih banyak orang yang belum mengetahui tentang awal mula atau sejarah Hari Kesaktian Pancasila.
Pada kesempatan kali ini, megaposnews.com akan mengulas tentang sejarah Hari Kesaktian Pancasila yang wajib diketahui setiap warga negara Indonesia!
Faktanya, Hari Kesaktian Pancasila ditetapkan atas dasar untuk mengenang dan menghormati jasa para pahlawan revolusi yang telah gugur dalam peristiwa tragis G30S PKI atau GESTAPU.
Hari Kesaktian Pancasila ada dengan latar belakang tragedi pembantaian para jenderal di Lubang Buaya, dalam sebuah gerakan yang dilakukan pada tanggal 30 September 1965.
G30S PKI merupakan sebuah insiden yang terjadi dan dianggap sebagai pemberontakan oleh Pasukan Cakrabirawa yang dikomandoi oleh Letkol Untung pada saat itu.
Diduga, pasukan tersebut memberikan dukungan terhadap PKI di tengah kondisi politik Indonesia yang sedang memanas.
Penetapan Hari Kesaktian Pancasila dilakukan untuk menegaskan bahwa Pancasila merupakan ideologi yang sakti dan tidak bisa digantikan.
Hari Kesaktian Pancasila ini ditetapkan oleh Jenderal Soeharto yang kemudian jatuh pada tanggal 1 Oktober dan diperingati setiap tahunnya di Indonesia.
Berbeda dengan Hari Kesaktian Pancasila, Hari Lahir Pancasila jatuh pada tanggal 1 Juni.
Kedua hari ini seringkali dianggap sama oleh sebagian orang, padahal itu adalah dua hal yang berbeda.
Hari Lahir Pancasila ditetapkan sebagai simbol lahirnya Pancasila di sidang BPUPKI oleh Soekarno.
Sedangkan Hari Kesaktian Pancasila ditetapkan untuk menegaskan bahwa tiada ideologi lain yang bisa mengalahkan ideologi Pancasila.
Selain itu, adanya Hari Kesaktian Pancasila juga ditetapkan untuk mengenang sejarah kelam bangsa Indonesia.
Tragedi Lubang Buaya pada G30S PKI dan para pahlawan yang telah gugur pada saat itu dikenang dengan Hari Kesaktian Pancasila, sekaligus sebagai penegasan agar sejarah kelam tersebut tidak boleh terulang lagi. (Damin Santoso)