Banten // megaposnews.com – (22/10/2022) Upacara ritual pada ketujuh hari wafatnya Kakanda, Guru, Kawan serta guguan dalam beragam aktivitas sebagai aktivis pergerakan, Almarhum Benny Akbar Fatah — yang biasa kami sebut Bang Eben — wafat pada hari Minggu, 16 Oktkber 2022, dan pada Sabtu, 22 Oktober 2022 keluarga besar akan mengadakan tahlil dan tahmid, berddo’a bersama untuk almarhum melalui zoom metting (ID : 88349166572 dan Passcode : EBEN) pada pukul 12 00 sehabis ba’da zuhur.
Undang resmi ini disampaikan atas nama keluarga, Istri, anak, cucu dan menantu, pada hari Jum’at kepada seluruh sahabat dan kerabat almarhum.
Tradisi bagi aktivis untuk saling mendo’akan ini merupakan tanda dari laku spiritual yang masih tetap terpelihara dalam tata kehidupan yang fana ini. Setidaknya, ikatan rasa perkawanan, dan persaudaraan serta perjuangan yang gigih untuk menegakkan kebenaran dan keadilan demi kemaslahatan, kesejahteraan bersama dalam arti luas, dapat lebih meyakinkan betapa mulianya semua perjuangan bersama kita semasa bersama almarhum di masa lalu.
Kebersamaan itu setidaknya telah kami mulai ikut mendorong gerbong demokrasi dan reformasi pada awal tahun 1992. Dalam pertautan ide dan gagasan yang terus terimplementasikan dalam berbagai aktivitas bersama, telah semakin mengental ketika bersinggungan dalam upaya membela nasib rakyat kecil, khusbta kaum buruh di Indonesia pada masa Orde Baru yang terasa sangat represif. Hingga Pemilu pertama setelah Reformasi 1998, almarhum telah dipercaya oleh Partai Buruh untuk mewakili di KPU (Komisi Pemilihan Umum) hingga menjabat sebagai Wakil Ketua di lembaga tersebut.
Sekitar empat tahun berikutnya — antara 1999 – 2003 — penulis menyisih dari hingar-bingar Jakarta dengan memilih jegiatan di Kepulauan Riau. Dan seusai Bang Eben menunaikan tugasnya di KPU, kami pun kembali bergabung dalam Klinik Hukum Merdeka di Komplek Bina Marga, Jl. Pramuka, Jakarta.
Beragam aktivitas dan kegiatan pun kembali berlanjut bersama dokter Andi Ashari, tokoh Aktivis Angkatan 1996 bersama kawan-kawan lain dengan nembuat forum diskusi mingguan berikut penerbitan tabloid mingguan.
Bergabung juga diantara aktivis lainnya adalah Nikmat Kesuma, Babe Riduan Saidi, Tohap Simanungkslit, Pendeta Saut Aritong yang juga aktivis buruh dan Tyasno Sudarto, Ray Sahetaphy serta sejumlah aktivis lainnya.
Yang menarik tentu saja komunitas aktivis pergerajan yang bergabung di Markas Pra 56 (Jakan Pramuka No. 56) ini, ada Klinik Hukum Merdeka yang memiliki sejimlah personil cukup dalam bidang hukum yang handal langsung dibawah besutan Bang Eben.
Tak jarang, markas serba guna Pra 56 itu acap digunakan kalangan aktivis untuk bermalam hingga beberapa hari lamanya bagi aktivis yang berasal dari luar kota, ketika mengikuti aktivitas maupun dalam rangka aksi dan unjuk rasa di Jakarta.
Bang Eben sendiri asli aktivis berat, karena pada peristiwa Malari (Malapetaka Lima Januari) 1974 Bang pun ikut diciduk oleh aparat hingga meringkuk dalam penjara cukup lama bersama dan seksmar dengan Buyung Nasution yang telah lebih dulu almarhum.
Karena itu, mengenang almarhum Bang Eben, jadi teringat juga dengan almarhum Dokter Andi Ashari dan Tohap Simanungkalit yang lebih banyak bergiat di belakang layar. Demikian juga dengan almarhum Doktor Muchtar Efendi Harahap, Agus Edi Santoso dan Muchtar Pakpahan dari SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia).
Dari perenungan yang jernih dan tulus terbersit perlunya waktu peringatan 40 hari semua almarhum aktivis, idealnya bisa dibuatkan buku kenangan bagi mereka seperti yang pernah dilakukan untuk almarhum Agus Edi Santoso dengan beragam kesan dari sejumlah kawan dalam bentuk tulisan tentang almarhum semasa hidup bersama.
Buku kenangan yang ditulis oleh semua sahabat aktivis almarhum ini, bukan saja untuk memelihara nyala api perjuangan bersama yang pernah berkobar itu, tetapi juga demi dan untuk membangun budaya leterasi serta bentuk penghargan dari kawan-kawan kepada mereka yang telah mendahului kita.
Kecuali itu, tentu saja untuk lebih memaknai acara khaul atau tahlilan yang mengiringi do’a tulus kita guna melupakan segenap kesalahan maupun kekhilafan almarhum semasa hidup bersama kita pada garis perjuangan yang sama maupun berbeda.
Lebih dari itu, cerita dan kesan bersama almarhum semasa hidup yang ditulis dan menjadi semacam kesaksian dari masing-masing Kawan aktivis yang pernah bersama almarhum semasa hidup, pasti akan memperkaya khazanah pemahaman bagi generasi berikut yang akan terus melanjutkan segenap cita-cita luhur almarhum sampai hari ini yang masih belum terselesaikan. Selain itu, upaya untuk membuat buku bersama untuk almarhum, pasti akan menjadi suatu pekerjaan yang mengasyikkan hingga dapat menambah ikatan dan merekatnya keakraban serta rasa ikatan dari persaudaraan sesama aktivis untuk terus berjuang demi dan untuk rakyat.
(Edi D)