
Yogyakarta – Konon naskah epik I La Galigo sebagai warisan dari peradaban suku bangsa Bugis ditulis pada kisaran abad ke-13 menjelang masa kejayaan bangsa Nusantara menguasai lebih separuh dari dunia. Naskah epik I La Galigo ditulis dalam bentuk puisi berbahasa Bugis, konon ditulis pula dalam aksara Bugis.
Bahasa dan aksara Bugis itu pun membuktikan peradaban bangsa Bagis sungguh dakhsyat dengan beragam fungsi dan ekspresinya yang meliputi segenap aspek kehidupan, termasuk dalam keyakinan agama dan kepercayaan dalam laku spiritual yang unik dan khas. Seperti dalam kepercayaan Talotang, I La Galigo yang lebih dakhsyat dibanding epik Yunani yang terkenal dengan sebutan Homerus itu. I La Galigo pun dianggap sebagai kitab suci bagi warga masyarakat setempat. Sehingga untuk sebagian masyarakat lain yang hendak membaca kitab I La Galigo itu pada upacara adat maupun keagamaan mendapat perlakuan khusus, tidak sembarang untuk dibacakan begitu saja. Dan biasanys pula dilakukan melalui tahapan upacara yang sakral.
Sungguh sayang memang, naskah kuno sehebat I La Galigo justru tidak banyak dikenal — apalagi untuk dipahami — oleh anak bangsa Nusantara sendiri. Naskah sastra I La Galigo merupakan bukti nyata bahwa tradisi lisan maupun tulisan suku bangsa Nusantara sudah jauh merambah dunia ilmu dan pengetahuan dengan wawasan kenusantaraannya yang maha luas dan mendalam, ia meliputi jagat raya sampai tahapan dalam penciptanya Alam oleh Yang Maha Kuasa. Seperti serat dalam budaya suku banga Jawa yang bisa disebut sebagai puncak dari estetika sastra Jawa abad ke-19 yang memiliki karakteristik mistik yang sangat kuat.
Serat Wedhatama misalnya, sebagai karya sastra Jawa yang terbilang baru itu jelas memuat nilai-nilai etika, moralitas yang bermuara pada akhlak manusia sebagai makhluk paling sempurna di bumi.
Naskah tua yang merupakan jejak sejarah masa kejayaan suku bangsa Nasantara membuktikan peradaban manusia Indonesia yang berasal muasal dari beragam suku bangsa Nusantara yang sangat banyak memiliki kekayaan budaya ilmu dan pengetahuan yang tinggi sehingga mampu membaca dan menulis jejak-jejak sejarah kejayaan masa silam yang pernah dicapai. Termasuk konstruksi bangunan dari sejumlah kompleks percandian dengan desain arsitektur yang sangat megah dan memukau itu sungguh menakjubkan.
Kitab jagat di alam bumi nusantara sungguh banyak dan dakhsyat, tak cuma I La Galigo, Wayang Reh saja, tapi juga sejumlah komplek percandian Brobudur, Prambanan, Kalasan, Muaro Jambi dan Muara Takus. Dan sebagai kitab jagat raya, semua itu tidak cukup hanya dijadikan obyek tontonan (wisata), tetapi juga patut dijadikan kitab kajian, penelitian dan pemahaman, pengembangan daya budi serta laku spiritual manusia di bumi. Karena itu, candi yang dibangun oleh suku bangsa Nusantara yang megah dan menakjubkan itu, pantas menjadi obyek ziarah spiritual serta pusat kajian kebesaran masa silam bagi bangsa bangsa di dunia, tidak menjadi obyek monopoli bangsa Indonesia.
Yogyakarta, 21 September 2022